Sejarah Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia


Perjuangan bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan setelah Proklamasi Kemerdekaan pada 17 Agustus 1945 adalah salah satu periode paling kritis dalam sejarah bangsa. Meskipun kemerdekaan telah diproklamasikan, bangsa Indonesia masih harus berjuang keras untuk mempertahankannya dari berbagai ancaman, baik dari luar maupun dari dalam negeri.

Pembentukan Pemerintahan Awal

Setelah proklamasi, langkah pertama yang diambil oleh para pemimpin bangsa adalah membentuk pemerintahan yang sah. Pada 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidang pertama di bekas Gedung Raad van Indie di Jakarta. Dalam sidang ini, PPKI menyusun dasar-dasar pemerintahan Indonesia, termasuk pengesahan UUD 1945 sebagai konstitusi negara, penetapan Ir. Soekarno sebagai Presiden, dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden.

Pada sidang berikutnya pada 19 Agustus 1945, PPKI membentuk 12 kementerian untuk menjalankan pemerintahan, di antaranya adalah Departemen Dalam Negeri yang dipimpin oleh R.A.A. Wiranatakusumah. Selain itu, PPKI juga menetapkan pembagian wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi, yang masing-masing dipimpin oleh seorang gubernur. Provinsi-provinsi ini kemudian menjadi dasar bagi pembentukan pemerintahan daerah.

Perlawanan Terhadap Kekuatan Asing

Meskipun proklamasi telah diumumkan, Belanda tidak mengakui kemerdekaan Indonesia dan berusaha untuk kembali menjajah. Pada akhir tahun 1945, tentara Sekutu yang didominasi oleh pasukan Inggris datang ke Indonesia dengan tujuan melucuti senjata tentara Jepang yang kalah dalam Perang Dunia II. Namun, di balik misi tersebut, Belanda berusaha menggunakan kekuatan Sekutu untuk mengembalikan kekuasaannya di Indonesia.

Hal ini memicu pertempuran di berbagai daerah. Salah satu pertempuran besar terjadi di Surabaya pada November 1945, yang dikenal sebagai Pertempuran 10 November. Pertempuran ini menjadi simbol perlawanan rakyat Indonesia terhadap upaya Belanda untuk menjajah kembali. Peristiwa heroik ini diperingati sebagai Hari Pahlawan setiap tahunnya.

Agresi Militer Belanda

Pada tahun 1947 dan 1948, Belanda melancarkan dua agresi militer besar-besaran yang dikenal sebagai "Agresi Militer Belanda I" dan "Agresi Militer Belanda II". Dalam kedua agresi ini, Belanda berusaha merebut kembali wilayah-wilayah penting di Indonesia, termasuk Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota sementara Republik Indonesia. Meskipun mendapat perlawanan keras dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan rakyat, Belanda sempat menduduki beberapa wilayah.

Namun, perjuangan diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia di arena internasional berhasil mendapatkan dukungan dari berbagai negara, termasuk Amerika Serikat dan India. Tekanan internasional terhadap Belanda semakin besar, terutama setelah kekejaman yang dilakukan oleh tentara Belanda terhadap rakyat Indonesia diketahui dunia.

Perundingan dan Pengakuan Kedaulatan

Setelah melalui berbagai pertempuran dan perjuangan diplomasi yang panjang, akhirnya pada 27 Desember 1949, Belanda secara resmi mengakui kedaulatan Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diadakan di Den Haag, Belanda. Pengakuan ini menandai akhir dari perjuangan bersenjata yang panjang dan membuka jalan bagi Indonesia untuk membangun dirinya sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.

Dampak Perjuangan

Perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia memberikan dampak yang mendalam bagi bangsa ini. Selain memperkuat semangat persatuan dan nasionalisme, perjuangan ini juga menegaskan bahwa kemerdekaan bukanlah sesuatu yang diberikan, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan dan dipertahankan dengan segala daya dan upaya.

Dengan pengakuan kedaulatan ini, Indonesia memasuki babak baru dalam sejarahnya, yaitu era pembangunan dan pengembangan negara yang merdeka. Perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan ini terus dikenang sebagai salah satu tonggak paling penting dalam sejarah Indonesia, dan menjadi sumber inspirasi bagi generasi-generasi selanjutnya.

 

 

 

Sumber : "Sejarah Tatar Sunda Jilid II" (Nina H. Lubis, dkk)


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka