Sejarah Singkat Kerajaan Galuh: Dari Pendirian hingga Warisannya
Kerajaan Galuh merupakan salah satu kerajaan penting dalam sejarah Nusantara, khususnya di wilayah yang sekarang dikenal sebagai Provinsi Jawa Barat. Nama "Galuh" berasal dari bahasa Sunda Kuno yang berarti "permata" atau "mutiara," yang mencerminkan statusnya sebagai pusat kekuasaan dan kemegahan di masanya.
Kerajaan Galuh didirikan sekitar abad ke-7 Masehi. Menurut naskah-naskah kuno seperti Carita Parahyangan,Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara, pendirian Galuh berkaitan dengan pembagian wilayah Kerajaan Sunda yang dilakukan oleh Raja Tarusbawa. Pada saat itu, Tarusbawa memutuskan untuk memindahkan pusat kekuasaan dari Kerajaan Tarumanagara ke wilayah yang kini dikenal sebagai Sunda dan mendirikan Kerajaan Sunda, sementara wilayah timur Tarumanagara diberikan kepada Wretikandayun yang mendirikan Kerajaan Galuh.
Wretikandayun adalah seorang tokoh penting dalam sejarah Galuh. Sebelum mendirikan kerajaan ini, Wretikandayun adalah penguasa wilayah Galuh yang berada di sekitar Sungai Citanduy, Ciamis sekarang. Kerajaan Galuh kemudian berkembang menjadi kekuatan besar yang meliputi wilayah Priangan dan sebagian wilayah Jawa Tengah.
Masa Kejayaan
Kerajaan Galuh mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Rahyang Mandiminyak dan Prabu Purbasora. Pada periode ini, Galuh berhasil memperluas pengaruhnya hingga ke wilayah-wilayah sekitar, termasuk sebagian dari Kerajaan Kalingga di Jawa Tengah.
Namun, masa kejayaan Galuh tidak lepas dari konflik internal dan eksternal. Salah satu konflik besar terjadi antara Rahyang Mandiminyak dan saudara tirinya, Bratasena atau Bratasenawa, yang mengakibatkan perpecahan dalam keluarga kerajaan. Konflik ini berujung pada pembagian kekuasaan antara Galuh dan Sunda, di mana Sunda menguasai bagian barat dan Galuh menguasai bagian timur.
Integrasi dengan Kerajaan Sunda
Pada abad ke-8, Kerajaan Galuh mulai mengalami perubahan signifikan setelah pernikahan antara Raja Sanjaya dari Mataram Kuno dan Dewi Tejakencana, putri dari Raja Galuh. Pernikahan ini menandai integrasi politik antara Kerajaan Galuh dan Sunda. Galuh tetap mempertahankan identitasnya, namun menjadi bagian dari kekuasaan yang lebih besar di bawah Mataram Kuno.
Selanjutnya, pada abad ke-9, Raja Sunda yang juga menguasai Galuh, Prabu Darmasiksa, berhasil memperkokoh hubungan antara Galuh dan Sunda. Ia dikenal sebagai raja bijaksana yang memperkuat persatuan kedua kerajaan dan memperluas pengaruh mereka hingga ke wilayah pesisir utara Jawa Barat.
Penurunan dan Akhir Kerajaan Galuh
Memasuki abad ke-11 dan 12, Kerajaan Galuh mulai mengalami kemunduran. Penyebab utama penurunan ini adalah meningkatnya kekuatan kerajaan-kerajaan di sekitar, seperti Kerajaan Mataram dan Kerajaan Pajajaran yang akhirnya menggantikan dominasi Galuh di wilayah tersebut. Pada masa ini, wilayah Galuh secara bertahap diintegrasikan sepenuhnya ke dalam kekuasaan Kerajaan Sunda-Pajajaran.
Dengan runtuhnya Kerajaan Pajajaran pada akhir abad ke-16, wilayah Galuh pun secara perlahan kehilangan identitasnya sebagai kerajaan independen dan menjadi bagian dari wilayah yang dikuasai oleh Kesultanan Banten dan Mataram Islam.
Warisan Kerajaan Galuh
Meski Kerajaan Galuh telah lama hilang dari peta politik Nusantara, warisannya tetap bertahan dalam budaya dan sejarah masyarakat Sunda. Jejak-jejak Kerajaan Galuh masih dapat ditemukan dalam berbagai situs arkeologi, tradisi lisan, dan naskah-naskah kuno yang menyimpan sejarah dan kisah-kisah dari masa kejayaannya.
Kerajaan Galuh juga dikenang sebagai salah satu fondasi penting dalam pembentukan identitas budaya Sunda. Banyak adat istiadat, tradisi, dan bahasa Sunda yang memiliki akar dari zaman Kerajaan Galuh, menjadikannya bagian integral dari sejarah dan kebudayaan Jawa Barat hingga hari ini.
Sumber: berbagai macam sumber
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.