Serangan Israel Kian Mengerikan di Tengah Harapan Gencatan Senjata, Hampir 19.000 Anak Gaza Tewas
Korban atas serangan Israel terhadap Gaza, Palestina terus meningkat, terutama anak-anak yang sudah ribuan orang tewas.
Sampai saat ini, lebih dari 62.000 warga Palestina telah tewas sejak awal agresi militer Israel di Jalur Gaza hampir dua tahun lalu. Dari jumlah tersebut, setidaknya 18.885 anak-anak menjadi korban, berdasarkan yang dilansir Infogarut dari Al Jazeera.
Krisis kemanusiaan di Gaza semakin memburuk, di tengah upaya diplomatik untuk mendorong gencatan senjata yang telah disetujui oleh Hamas. Namun, gencatan tersebut masih menggantung karena belum ada kepastian dari pihak Israel.
Baca Juga: Israel Serang Gaza, Kelaparan Paksa Jadi Senjata Perang
Tak Ada Tempat Aman Bagi Anak-anak di Gaza
Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) menegaskan bahwa tidak ada tempat aman bagi anak-anak di Gaza. Blokade ketat Israel menyebabkan kelangkaan pangan dan obat-obatan, memperparah kondisi warga, terutama anak-anak dan lansia. Sekolah-sekolah yang dikelola PBB kini menjadi tempat perlindungan ratusan ribu orang, namun justru kerap menjadi sasaran serangan.
“Beberapa lokasi yang seharusnya menjadi tempat perlindungan kini berubah menjadi tempat yang penuh kematian, terlebih bagi banyak anak. Gencatan senjata harus segera dilakukan,” tegas UNRWA.
UNICEF juga melaporkan bahwa rata-rata lebih dari 540 anak tewas setiap bulan dalam lima bulan terakhir sejak Israel memutuskan sepihak kesepakatan gencatan sebelumnya.
Baca Juga: Krisis Gaza: Mati Kelaparan di Tengah Serangan Militer dan Terbatasnya Bantuan yang Masuk
Kekerasan Terus Berlanjut di Tengah Upaya Gencatan Senjata
Sebagaimana yang dilansir dari Al Jazeera, tepara pada Selasa (19/8/2025), setidaknya terdapat 51 warga Palestina kembali terbunuh dalam serangan udara Israel. Delapan diantaranya yang sedang mengantri bantuan di pos distribusi juga menjadi korban tersebut. Hampir 2.000 warga tewas saat mengantri untuk mendapatkan bantuan pokok sejak akhir Mei 2025.
Serangan-serangan turut menyasar tenda-tenda pengungsi di Khan Younis dan Deir el-Balah, menyebabkan kematian setidaknya 12 orang. Di Gaza City, pasukan Israel menggempur daerah-daerah padat seperti Zeitoun, Sabra, serta Tuffah, meratakan lebih dari 450 blok hunian.
Wartawan Al Jazeera, Tareq Abu Azzoum, melaporkan bahwa Israel kini melancarkan "Serangan udara mematikan secara besar-besaran di daerah-daerah padat" dengan tujuan memperluas kontrol hingga ke pusat kota Gaza.
Di tengah situasi ini, penderitaan warga Gaza makin dalam. Rumah sakit kewalahan, sementara korban terus berjatuhan, termasuk pasien-pasien malnutrisi. Disebutkan Kementrian Kesehatan Gaza dalam Al Jazeera, sejak akhir Juni kemarin, terdapat 154 orang dewasa dan 112 anak-anak meninggal yang disebabkan oleh kelaparan.
Salah satu kisah tragis datang dari Amna al-Mufti, anak perempuan 12 tahun yang tewas saat mengambil air untuk keluarganya. Momen terakhir dirinya terlihat dalam vidio yang Al Jazeera ambil, memperlihatkan betapa menderitanya anak-anak Palestina, sehingga sangat menyayat hati.
Baca Juga: Trump : Seluruh Wilayah Gaza Tergantung Pada Israel
Respon Hamas dan Disinformasi Israel Terhadap Gencatan Senjata
Dalam perkembangan politik, Qatar mengonfirmasi bahwa Hamas telah menerima proposal gencatan senjata yang mencakup jeda 60 hari, pertukaran tawanan, dan akses bantuan kemanusiaan. Namun, pemerintah Israel masih belum memberikan tanggapan resmi.
Proposal tersebut termasuk penarikan sebagian pasukan Israel yang kini menduduki 75 persen wilayah Gaza, serta pembebasan 200 tahanan Palestina dan sejumlah perempuan dan anak-anak sebagai imbalan untuk 10 tawanan Israel yang masih hidup dan jenazah 18 lainnya.
Namun, media Israel melaporkan bahwa pemerintahan sayap kanan di bawah Benjamin Netanyahu tampaknya enggan menerima kesepakatan parsial, dan ingin semua tawanan Israel, baik hidup maupun meninggal akan dikembalikan sekaligus.
Seorang analis politik di Al Jazeera, Marwan Bishara berpendapat bahwa Netanyahu tidak ingin menghentikan peperangan ini. Menurutnya, hal itu terjadi karena Netanyahu merasa percaya diri, lantaran mendapat dukungan penuh dari Washington. Netahayu merasa yakin jika dirinya akan memenangkan peperangan ini sampai akhir.
“Netanyahu melihat ini sebagai kemenangan. Ia merasa Hamas hampir kalah dan tidak ada urgensi untuk menghentikan operasi,” ujar Bishara.
Baca Juga: Handala Berlayar, Bawa Misi Kemanusiaan untuk Anak-Anak Gaza
Warga Sipil Terjebak di Tengah Gempuran
Banyaknya warga sipil yang terjebak di rumah mereka masing-masing, tepatnya di daerah Zeitoun dan Sabra semakin mengkhawatirkan. Di antaranya adalah Suha Maqat, mantan atlet para yang kini hidup sendiri dan hanya memiliki satu mata yang berfungsi, membuatnya mustahil mengikuti perintah evakuasi dari militer Israel.
“Situasinya sangat berbahaya dan tidak tertahankan,” ungkap Mahmoud Basal, selaku juru bicara Pertahanan Sipil Palestina.
Warga lainnya, Hussein al-Dairi, menggambarkan serangan di lingkungannya:
“Tank-tank menembakkan mortir dan peluru kendali, sementara drone meluncurkan misil. Kami mendengar bahwa Hamas telah setuju untuk melakukan gencatan senjata, namun Israel justru semakin meningkatkan serangan,” ungkapnya jelas.
Seruan agar Israel segera menghentikan serangan yang semakin memuncak, dengan jumlah korban yang semakin banyak dengan situasi kemanusiaan yang juga semakin memburuk. Namun, nasib gencatan senjata masih belum pasti, dan warga sipil Gaza, terutama anak-anak yang terus menanggung beban terberat dari konflik berkepanjangan ini.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.