Tradisi dan Adat Menjaga Orang Hamil di Priangan


Dalam masyarakat Priangan, menjaga perempuan yang sedang hamil merupakan bagian dari adat istiadat yang dijaga dengan ketat. Proses ini melibatkan serangkaian upacara dan pantangan yang bertujuan untuk memastikan kesehatan ibu dan bayi yang dikandungnya. 

Selama masa awal kehamilan, ketika usia kehamilan mencapai dua hingga tiga bulan disebutnya dengan istilah "ngidam".  Kemudian setelah melewati usia tiga bulan disebut "hamil" atau "mengandung". Pantangan yang harus dijaga semakin banyak, terutama bagi perempuan hamil pertama dan mereka yang berasal dari keluarga mampu.

 

Selamatan Tingkeban

Ketika usia kehamilan mencapai tujuh bulan, tradisi Priangan mengharuskan diadakan upacara selamatan yang disebut "tingkeban". Upacara ini lebih besar daripada selamatan bulanan yang biasanya melibatkan bubur merah dan putih. Tingkeban merupakan acara penting yang disiapkan dengan menyediakan berbagai makanan dan perlengkapan.

Untuk menentukan waktu pelaksanaan tingkeban, umumnya dipilih tanggal yang mengandung angka tujuh, seperti tanggal 27. Makanan yang disediakan meliputi berbagai macam lalab (sayuran mentah), ketimun, waluh, kacang-kacangan, ikan, dan telur. Makanan yang berasal dari binatang yang disembelih, seperti ayam atau biri-biri, biasanya dihindari. Selain makanan, diperlukan tujuh macam bunga, kelapa muda yang diukir dengan wajah pria dan wanita (atau cukup ditulis namanya), serta kain panjang sebanyak tujuh lembar.

 

Upacara biasanya dimulai pagi hari dan dihadiri oleh orang-orang tua, seperti kakek, nenek, dan orang yang berpengalaman. Makanan disajikan di atas nyiru dan daun, bukan piring, dan setiap tamu mendapatkan sepincuk rujak yang ditusuk dengan jarum. Kendi berisi air mentah dipergunakan untuk membasuh orang hamil dengan doa selamat, yang dikenal sebagai "mandi kembang".

 

Setelah makanan, orang tua yang hadir akan mengguyuri ibu hamil dengan air kembang yang mengandung tujuh kembang. Kain sarung ibu hamil diganti beberapa kali dengan kain panjang, yang kemudian dibuang ke jalan oleh suami. Kelapa muda yang telah diukir di bentuk dua macam pengantin zaman dulu, bila tidak bisa mengukir nya cukup tulis namanya saja. 

 

Persiapan Menjelang Kelahiran

Pada bulan kedelapan, tidak ada lagi upacara selamatan kecuali sekedar makanan ringan seperti bubur lolos (bubur encer). Ibu hamil harus menentukan "paraji" atau dukun beranak yang akan membantu saat melahirkan. Penting untuk tidak mengganti paraji selama proses melahirkan karena ada kebiasaan numpang janji.

 

Untuk melindungi ibu dan bayi dari gangguan makhluk halus, seperti kuntilanak dan hantu, berbagai amulet atau isyarat digunakan, termasuk daun-daunan dan biji-bijian. Di dalam kamar, biasanya ditempatkan bahan-bahan seperti "panglay", "jaringao", dan daun salam sebagai perlindungan tambahan.

 

 

Sumber : "Adat istiadat Sunda (H.Hasan Mustapa)"


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka

  • Oleh zahra nisrina shaumi
  • 09, Sep 2024
Gembyung Tradisi Musik Perkusi Sunda yang Menggema