"17+8 Tuntutan Rakyat" yang Menggema di Tengah Gelombang Aksi Demonstrasi
Dalam sepekan terakhir, gelombang demonstrasi besar terjadi di Jakarta dan sejumlah kota besar di Indonesia. Aksi yang dilakukan oleh pelajar, mahasiswa, hingga elemen masyarakat sipil ini menyuarakan kritik terhadap tata kelola pemerintahan, birokrasi, serta penegakan hukum di Tanah Air.
Aksi pertama pada 25 Agustus 2025 di depan Gedung DPR RI berlangsung damai, namun berujung ricuh setelah aparat membubarkan massa.
Gelombang protes berlanjut hingga 31 Agustus di berbagai titik strategis Jakarta, dan memuncak pasca tragedi 28 Agustus yang menewaskan Affan Kurniawan (21), pengemudi ojek online yang terlindas mobil taktis Brimob. Tragedi ini memicu solidaritas nasional ke berbagai daerah termasuk Bandung, Surabaya, Makassar, Medan, hingga Garut.
Baca Juga: Aksi Demonstrasi di Garut Akan Digelar 2 September 2025
Dari pusaran aksi ini lahir “17+8 Tuntutan Rakyat: Transparansi, Reformasi, Empati”, yang dirumuskan dalam diskusi intens bersama figur publik seperti Andovi Da Lopez, Jerome Polin, dan Salsa Erwin, sebagai wadah suara kolektif masyarakat.
Menurut Andovi, proses merumuskan tuntutan ini hanya memakan waktu sekitar tiga jam. Meski singkat, diskusi berlangsung intens, dengan semangat utama agar suara rakyat bisa terwakili dan didengar lebih luas.
17 Tuntutan Mendesak

Sebagai respons atas rentetan peristiwa tersebut, koalisi masyarakat sipil merilis 17 poin tuntutan yang harus dipenuhi pemerintah dan DPR paling lambat 5 September 2025. Beberapa di antaranya mencakup:
-
Bentuk Tim Investigasi Independen kasus Affan Kurniawan, Umar Amarudin, maupun semua korban kekerasan dan pelanggaran HAM selama demonstrasi 28-30 Agustus.
-
Hentikan keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil, kembalikan TNI ke barak.
-
Bebaskan seluruh demonstran yang ditahan dan pastikan tidak ada kriminalisasi demonstran.
-
Tangkap dan adili aparat yang melakukan kekerasan secara transparan.
-
Hentikan kekerasan oleh kepolisian dan taati SOP pengendalian massa.
-
Bekukan kenaikan gaji/tunjangan anggota DPR dan batalkan fasilitas baru.
-
Publikasikan transparansi anggaran DPR secara proaktif dan dilaporkan secara berkala.
-
Selidiki kepemilikan harta anggota DPR yang bermasalah oleh KPK
-
Dorong Badan Kehormatan DPR untuk periksa anggota yang melecehkan aspirasi rakyat.
-
Partai harus pecat atau jatuhkan sanksi tegas kepada kader partai yang tidak etis dan memicu kemarahan publi.
-
Umumkan komitmen partai untuk berpihak pada rakyat di tengah krisis.
-
Anggota DPR harus melibatkan diri di ruang dialog publik bersama mahasiswa dan masyarakat sipil.
-
Tegakkan disiplin internal agar anggota TNI tidak mengambil alih fungsi Polri.
-
Komitmen publik TNI untuk tidak memasuki ruang sipil selama krisis demokrasi.
-
Pastikan upah layak untuk seluruh angkatan kerja (guru, nakes, buruh, mitra ojol).
-
Ambil langkah darurat untuk mencegah PHK massal dan lindungi buruh kontrak.
-
Buka dialog dengan serikat buruh untuk solusi upah minimum dan outsourcing
Baca Juga: Fakta-fakta Demonstrasi Sejak 25 Agustus: Dari Aksi Protes DPR Hingga Kerusuhan dan Penjarahan
8 Agenda Reformasi Jangka Panjang

Selain tuntutan mendesak, aksi ini juga membawa 8 agenda reformasi dengan tenggat hingga 31 Agustus 2026, yaitu:
-
Bersihkan dan Reformasi DPR Besar-Besaran
-
Reformasi Partai Politik dan Kuatkan Pengawasan Eksekutif
-
Susun Rencana Reformasi Perpajakan yang Lebih Adil
-
Sahkan dan Tegakkan UU Perampasan Aset Koruptor,
-
Reformasi Kepemimpinan dan Sistem Kepolisian agar Profesional dan Humanis
-
TNI Kembali ke Barak, Tanpa Pengecualian
-
Perkuat Komnas HAM dan Lembaga Pengawas Independen
-
Tinjau Ulang Kebijakan Sektor Ekonomi & Ketenagakerjaan
Tuntutan yang Menjadi Simbol Perlawanan
Rangkaian 17 tuntutan jangka pendek dan 8 agenda reformasi jangka panjang ini bukan hanya sekadar daftar desakan. Bagi publik, hal tersebut menjadi simbol perlawanan terhadap praktik tata kelola negara yang dianggap jauh dari kepentingan rakyat.
Kini, sorotan tertuju pada langkah pemerintah serta DPR: Apakah mereka akan benar-benar merespons suara rakyat, atau justru membiarkan gelombang kekecewaan ini semakin meluas?
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.