Mitos dari Kampung Pulo dan Cangkuang


Kampung Pulo merupakan salah satu kampung adat di Garut yang terletak di Kecamatan leles. Kampung Pulo ini berdekatan dengan Komplek Candi Cangkuang ini menjadi cagar budaya dan salah wisata budaya yang dimiliki oleh Garut. Kampung Pulo dan Candi Cangkuang ini merupakan hal yang unik karena terdiri dari dua budaya yang berbeda yakni budaya Hindu dan budaya Islam. Kedekatan antara Kampung Pulo dan Candi Cangkuan ini menujukkan isyarat kerukunan dan toleransi antar agama dan juga budaya.

Karena lokasi antara Candi Cangkuang dan Kampung Pulo yang berdekatan tentu saja memunculkan akulturasi budaya Islam dan Hindu. Alkulturasi budaya ini tentu saja terjadi dalam berbagai salah satunya nilai. Nilai yang dipercayai dan dihormati penduduk sekitar kemudian tumbuh menjadi suatu hal yang dipercayai oleh mereka. Hal-hal yang dipercayai oleh penduduk sana berkembang menjadi mitos.

Mitos yang lahir dari Kampung Pulo berasal dari petuah atau pepatah dari leluhur yang kemudian disebarkan secara turun-temurun. Selain itu, sebagai kampung adat yang identik dengan nilai-nilai tradisional dan memiliki kearifan lokalnya sendiri sehingga unsur-unsur mitos tentu saja bukan hal aneh sebagai salah satu hal yang dihasilkan oleh Kampung Pulo ini.

Mitos dari Kampung Pulo terdiri dari dua jenis yakni mitos untuk orang luar dan juga mitos yang berlaku baik untuk orang luar dan bagi masyarakat sekitar (dalam). Untuk orang dalam terdapat mitos yang harus ditaati dan dihormati yakni jangan membuat rumah di Kampung Pulo lebih dari enam. Maksud dari mitos ini adalah di Kampung Pulo hanya boleh terdapat enam rumah yang di mana enam rumah ini melambangkan keenam putri pendiri Kampung Pulo yakni Embah Arief.

Berdasarkan letaknya, Kampung Pulo dikeliling oleh ai danau yang dikenal sebagai Situ Cangkuang, Kampung Pulo yang terletak di tengah danau memunculkan kesan misterius. Kesan yang dihasilkan dari letak Kampung Pulo ini membuat masyarakat menilai bahwa Kampung Pulo penuh akan syarat magis dan penuh misteri. Bahkan menurut orang sekitar, di masa lalu hanya orang pemberani dan orang yang berilmu tinggi-lah yang berani mengunjungi Kampung Pulo.

Karena letaknya berada ditengah-tengah danau maka Kampung Pulo ini diberi nama Kampung Pulo karena kampung ini bagaikan sebuah pulau di tengah hamparan air, namun ketika orang sunda menyebut terdengar seperti Pulo. Oleh karena itu, kampung ini dikenal sebagai Kampung Pulo. Mitos yang diperuntukan kepada orang luar ialah tidak boleh ada kunjungan di Hari Rabu dan jangan menabuh goong (alat musik dari gamelan sunda).

Tidak diketahui apa maksud dari mitos tersebut, namun sebagai orang luar tentu saja harus menghormati kepercayaan dan mitos yang ada di Kampung Pulo tersebut. Jika kita berkunjung maka kita harus mematuhi aturan dan juga menghormati mitos yang ada di sana, karena di mana bumi di pijak di situ langit dijunjung.

 

Sumber : Enoh dalam Jurnal Buaya Etnika Vol. 2, No. 2


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka