Perbandingan Pajak di China dan Indonesia, Siapa yang Lebih Baik?
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang vital dalam mendukung pembangunan dan penyediaan berbagai layanan publik. Yuk simak perbedaan pajak di Indonesia dan China.
China atau Tiongkok adalah salah satu pasar terbesar di dunia. Dan semakin banyak menarik minat investor global untuk berinvestasi di sana. Namun, banyak orang mengira China adalah negara keras yang memaksa rakyatnya hidup untuk serba di kontrol.
Berkaitan dengan itu, mari kita lihat bagaimana negara China mengatur pajak, apakah memang meringankan rakyatnya, atau justru dibalik sebagai pasar besar di dunia malah mempersulit rakyatnya lewat pajak?
Baca juga: Ekonomi Turun, PM Jepang Ishiba Shigeru Mundur dari Jabatannya!
Aturan Pajak di China
Dilansir dari Trenasia.id, berikut aturan pajak di China.
- Penghasilan di bawah 5.000 RMB (sekitar Rp10,7 juta) per bulan bebas pajak.
- Di atas itu berlaku pajak progresif, mulai dari 3% hingga 45%.
- Punya anak atau tanggungan keluarga. Pajak akan otomatis berkurang.
- Perusahaan besar dikenakan pajak 25% dari keuntungan.
- Orang kaya dengan penghasilan tinggi membayar tarif tertinggi, 45%.
Pembayaran pajak di China sebagai alat pembangunan. Di China perusahaan perusahaan besar tidak hanya bayar pajak. Tapi, didorong berkontribusi nyata pada kemajuan negara.
Jadi, perusahaan yang berinvestasi dalam riset, teknologi, atau pendidikan, mendapat insentif. Artinya pajak China lebih diarahkan untuk kemajuan bangsa dan mendorong inovasi.
Aturan Pajak di Indonesia
Jika China:
- Batas bebas pajak tinggi: Rp10,7 juta per bulan.
- Tarif progresif: 3% - 45%.
- Pajak hanya dikenakan bagi yang benar-benar mampu.
Namun di Indonesia:
- Batas bebas pajak rendah: Rp4,5 juta per bulan.
- Tarif progresif: 5% - 35%.
- Banyak pungutan tambahan di luar pajak penghasilan.
Hasilnya, rakyat berpenghasilan kecil di Indonesia tetap kena pajak, sementara di China justru dilindungi. Pun pada praktiknya, di Indonesia makin terasa berat.
Transfer antar rekening diawasi, beli makan di pajak, jualan online wajib lapor, rekening kecil pun bisa dibekukan. Namun pada kenyataannya, jalan masih tetap sama saja masih banyak yang rusak, pendidikan semakin mahal, dan imbasnya rakyat semakin terbebani.
Padahal jika dibandingkan negara China adalah negara yang menganur politik otoriter. Dibanding Indonesia yang sudah menganut Demokrasi.
Berdasarkan penelitian dari Universitas Indonesia, tentang "Perbandingan sistem administrasi pemungutan pajak Indonesia dengan Republik Rakyat Cina" oleh Hendri, menghasilkan bahwa China dan Indonesia menerapkan sistem self assessment dalam melakukan pemungutan pajaknya, namun China ternyata lebih baik bila ditinjau dari sisi penerimaan dan rasio perpajakannya.
Pemerintah RRC juga sangat tegas dalam melaksanakan penegakan hukum. China lebih konsisten dalam meningkatkan pelayanan bagi wajib pajak dan meningkatkan kinerja yang baik sesuai dengan peraturan yang berlaku.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.