Praktek Budaya Kehamilan di Desa Karangsari, Kecamatan Pakenjeng


Praktik budaya ini merupakan kebiasaan-kebiasaan yang diturunkan secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya. Praktek budaya ini biasanya diterapkan ke dalam kehidupan sehari-hari atau momen istimewa seperti pada momen kehamilan seorang ibu. Di Desa Karangsari, Kecamatan Pakenjeng ini terdapat praktek kebudayaan yang masih dipraktikan oleh ibu hamil.

Para ibu hamil di Desa Karangsari ini diajarkan oleh para orang tuanya untuk berlaku seperti apa pada saat hamil. Ada beberapa praktek budaya yang dijalankan oleh ibu hamil di Desa Karangsari, Kecamatan Pakenjeng. Beberapa diantaranya adalah :

  1. Membawa benda-benda tajam kecil seperti peniti atau gunting. Benda ini kakan diikatkan pada baju ibu hamil. Berdasarkan kepercayaan warga Desa Karangsari hal ini dilakukan untuk melindungi ibu dan bayi dari gangguan makhluk halus.

  2. Banyak bergerak dan jalan-jalan di pagi hari menghirup udara segar, karena menurut kepercayaan warga di sana hal ini dapat membantu proses persalinan sehingga ibu dapat melahirkan dengan lancar.

  3. Ibu hamil yang berambut panjang dianjurkna untuk mengikat rambutnya agar sang ibu tidak merasa gerah dan terlihat rapi.

  4. Ibu hamil dianjurkan untuk makan daun galing, daun galing merupakan daun tanaman pakis yang mengandung banyak lendir. Menurut kepercayaan warga di Desa Karangsari daun galing ini dapat membantu agar proses persalinan lancar.

  5. Disangsurkeun atau dipijat agar bayi tidak turun ke bawah (sungsang)

Selain praktek budaya terdapat upacara yang dilakukan oleh ibu hamil seperti upacara opat bulanan ketika kandungan ibu menvapai empat bulan. Upacara ini juga dilaksanakan pada saat usia kehamilan mencapai 7 bulan dan upacara ini disebut sebagai nujuh bulanan. Praktek budaya dalam masa kehamilan tidak dilakukan oleh sang ibu saja, sang ayah atau suami dari ibu tersebut harus menjalani praktek budaya.

Praktek budaya yang harus dilakukan oleh sang ayah di Desa Karangsari adalah menghindari hal-hal buruk. Jika sang ayah tidak sengaja melihat atau mendengar hal buruk maka sang ayah harus mengucapkan “amit-amit” hal ini dilakukan agar sang ibu dan bayi terhindar dari hal-hal yang buruk. Sang ayah juga harus mengunyah panglay atau lengkuas kemudian hasil kunyahan tersebut di sebar di setiap sudut rumah, terutama di depan pintu agar tidak ada yang mengganggu.

 

 

 

 

 

 

Sumber : Juriah dalam “Kepercayaan dan Praktik Budaya Pada Masa Kehamilan Masyarakat Desa Karangsari, Kabupaten Garut” , Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora 2018


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka