Psikologi Massa dan Peran Provokator dalam Aksi
Fenomena psikologi massa provokator membuat emosi kolektif mudah terbakar, sehingga demonstrasi berubah menjadi kericuhan yang dimanfaatkan penguasa.
Fenomena provokator dalam aksi demonstrasi bukan hal baru di Indonesia ataupun di sejumlah negara lain yang ada di belahan dunia. Keberadaan mereka sering membaur dalam kerumunan massa, memicu emosi kolektif, lalu menggiring aksi damai menjadi titik awal kericuhan.
Baca juga: Kode ACAB dan 1312 Viral Usai Demo 28 Agustus 2025, Apa Artinya?
Emosi Kolektif dalam Massa
Dalam kerumunan demonstrasi, emosi mudah menular. Menurut riset Victor Chung dan sejawat. (2023), emosi kolektif membuat individu merasa aman dalam kelompok besar, bahkan berani melawan aparat karena terbawa suasana bersama.
Akan tetapi, kondisi ini bisa menjadi bumerang ketika provokator memainkan peran. Dengan ekspresi marah, lemparan batu, atau teriakan provokasi, mereka mampu menggeser suasana dari damai menjadi agresif. Hal Inilah menjadi momentum yang kerap memicu ledakan kerusuhan.
Strategi Provokator
Menurut jurnal Psychological Reports (1996), provokator sering memanfaatkan kelemahan kontrol diri massa. Aksi kecil seperti provokasi verbal atau pelemparan benda dapat menyulut reaksi berantai karena kerumunan merasa tindakannya aman.
Tirto mencatat, dalam banyak kasus, provokator menggunakan "anonimitas" yang berarti ketiadaan identitas dalam kerumunan sebagai perlindungan. Atmosfer ini mendorong pelanggaran norma, bahkan penjarahan, yang kemudian dijadikan alasan bagi aparat untuk menindak dengan kekerasan.
Narasi Penguasa dan Media
Ketika kerusuhan terjadi, pemerintah kerap melabelinya sebagai aksi anarkis. Mengutip The Guardian, penguasa cenderung menyederhanakan kerumunan menjadi “massa rusuh” agar bisa menjustifikasi tindakan represif aparat.
Mirisnya, media massa sering ikut menyebarkan narasi itu. Alih-alih menggali siapa sebenarnya provokator, fokus pemberitaan justru menguatkan citra bahwa demonstrasi identik dengan kekerasan, sehingga tuntutan utama aksi menjadi kabur.
Baca juga: Asal-usul Brave Pink, Hero Green, dan Resistance Blue
Nah Warginet, fenomena provokator dalam aksi massa menandakan betapa rapuhnya psikologi massa dalam kelompok. Bagi penguasa, kericuhan bisa dijadikan sebagai dalih untuk menekan suara rakyat, sementara bagi masyarakat, kesadaran kritis penting agar tidak mudah terbawa arus.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.