Situasi Ramadan Pada Masa Kolonial Belanda


Ketika Belanda menduduki Indonesia dan Indonesia dikenal dengan nama Hindia Belanda karena pada saat itu Belanda masih memiliki kontrol terhadap wilayah Indonesia. Bahkan di Masa Kolonial Pemerintah Hindia Belanda membuat peraturan beserta kebijakan untuk masyarakat Indonesia pada saat itu. Meskipun begitu, Pemerintah Hindia Belanda memberikan keleluasaan untuk rakyat Indonesia yang beragama islam untuk menjalankan puasa dan ibadah lainnya.

Pada masa kolonial Belanda penetapan hari 1 Ramadan tidak banyak berbeda dengan penetapan hari 1 Ramadan di masa kini. Penetapan 1 Ramadan ditetapkan oleh Perhimpoenan Penghoeloe atau disebut sebagai Hoofdbestuur. Dalam penetapan 1 Ramadan di masa lalu dan di masa sekarang-pun sama yakni terdapat beberapa pendapat yang berbeda sehingga pada akhir setiap pihak tetap memilih 1 Ramadan sesuai dengan perhitungannya masing-masing.

Setelah menentukan 1 Ramadan biasanya masyarakat menyambut Ramadan dengan bunyi-bunyian keras seperti menyalakan meriam ataupun mercon. Di beberapa daerah seperti Jawa suara meriam ini menandakan bahwa Ramadan sudah tiba dan para umat islam bersiap-siap untuk menjalankan ibadah puasa dan ibadah lainnya.

Bahkan untuk memaksimalkan ibadah di bulan Ramadan Dr. N. Andriani selalu Penasehat Urusan Bumiputra mengusulkan untuk meliburkan Sekolah Belanda untuk Pribumi selama bulan Ramadan agar para pelajar dapat berpuasa dan beribadah dengan maksimal. Setelah menyelesaikan Ramadan biasanya masyarakat merayakan Idul Fitri dan sholat ied di rumah masing-masing.

Namun, pada tahun 1929 Pemerintah Hindia Belanda memperbolehkan umat islam untuk sholat ied berjamaah di Masjid. Meskipun bisa berjamaah tetapi Pemerintah Hindia Belanda tetap memberi batasan agar para pribumi tidak berkumpul di saat bersamaan. Meskipun Pemerintah Belanda memberikan kebebasan kepada umat muslim untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya Pemerintah Hindia Belanda tetap waspada jika para pribumi berkumpul dan menciptakan massa yang besar untuk melawan Pemerintah Hindia Belanda.

Pelaksanaan sholat ied terbuka di masjid pertam kali di lakukan di Koningsplein yang saat ini dikenal sebagai stasiun Gambir. Kemudian pada tahun 1939 sholat ied terbuka dengan jamaah yang lebih besar dilaksanakan di Waterlooplein atau sekarang Lapangan Benteng yang diimami oleh Haji Muhammad Isa yang pada saat itu merupakan ketua dari Hooft voor Islamietische Zaken atau Mahkaman Urusan Agama Islam buatan Pemerintah Hindia Belanda dan pelaksanaan sholat ied ini dijaga ketat oleh pasukan tentara Hindia Belanda.

 

 

Sumber : National Geographic Indonesia


0 Komentar :

    Belum ada komentar.

Mungkin anda suka