Mengenal Aksara Sunda, Warisan Budaya yang Masih Hidup
Aksara Sunda bukan sekadar sistem tulisan kuno, melainkan bagian dari identitas budaya masyarakat Sunda yang kaya dan unik.
Tulisan yang kita lihat sehari‑hari tidak hanya sebagai alat komunikasi semata, namun juga bagian tak terpisahkan dari identitas budaya. Salah satu warisan budaya tertulis yang penting di Indonesia adalah aksara Sunda, sistem tulisan yang digunakan oleh masyarakat Sunda untuk merekam bahasa, budaya, dan sejarah mereka.
Dengan mengenal aksara Sunda, mulai dari asal‑usul sejarahnya, struktur huruf‑dasarnya, hingga bagaimana jenis‑jenisnya berkembang, kita tidak hanya memahami sebuah aksara, tetapi juga ikut menjaga warisan budaya yang kaya itu.
Meski sekarang banyak tertulis dalam huruf Latin, aksara Sunda tetap memiliki relevansi sebagai simbol kebudayaan dan identitas lokal. Banyak sekolah di Jawa Barat mengajarkannya sebagai muatan lokal, dan pemerintah daerah serta komunitas budaya menggalakkan pelestariannya.
Sebagaimana yang dilansir dari laman Goodnews, Infogarut akan membahas secara tuntas mengenai latar sejarah aksara Sunda, struktur dan jenis‑jenisnya.
Baca Juga: Kenalan dengan Naskah Sunda Kuno yang Diakui UNESCO
Sejarah Singkat Aksara Sunda
Aksara Sunda memiliki akar yang panjang dalam sejarah tatar Sunda. Sebagai contoh, dicatat bahwa aksara digunakan sejak abad ke‑14 sampai abad ke‑18 untuk menulis bahasa Sunda Kuno.
Disebutkan bahwa Aksara Sunda adalah bagian dari urutan perkembangan tulis di wilayah Jawa Barat yang dimulai dari aksara Pallawa dan aksara Pranagari, lalu berkembang menjadi aksara Sunda Kuno, dan kemudian muncul aksara Sunda baku.
Untuk mendukung pelestarian, sebagaimana yang dilansir dari Sirungbasa, pemerintah Provinsi Jawa Barat telah menetapkan regulasi tentang pelestarian bahasa, sastra, dan aksara Sunda (Perda No. 6/1996) sebagai salah satu langkah formal.
Struktur dan Jenis‑Jenis Aksara Sunda
Struktur Huruf
Aksara Sunda terdiri dari huruf vokal dan konsonan, serta tanda tambahan. Sebagai contoh: menurut Kompas, aksara Sunda memiliki 7 huruf swara (vokal), yaitu a, é, i, o, u, e, eu dan 23 huruf ngalagena (konsonan), termasuk ka, ga, nga, ca, ja, nya, ta, da, na, pa, ba, ma, ya, ra, la, wa, sa, ha serta tambahan fa, va, qa, xa, za.
Disebutkan juga bahwa Aksara Sunda modern terdiri sekitar 28 huruf dasar, yakni 7 vokal dan 21 konsonan, serta beberapa digraf atau tambahan.
Aksara Sunda ditulis dari kiri ke kanan dan memiliki bentuk khas yang berbeda dari alfabet Latin ataupun aksara Arab.
Baca Juga: Memahami Istilah Kata Sawangsulna dan Contoh Penggunaannya
Jenis‑Jenis Aksara
Terdapat beberapa jenis atau bentuk aksara Sunda yang pernah atau masih digunakan, yakni:
1. Aksara Sunda Kuno, digunakan pada naskah dan prasasti sejak abad ke‑14 hingga ke‑18.
2. Aksara Sunda Cacarakan, bentuk adaptasi dari aksara Jawa yang digunakan untuk menulis bahasa Sunda setelah masa aksara kuno.
3. Aksara Sunda Baku, bentuk standar sekarang yang diajarkan di sekolah dan digunakan dalam signage atau penulisan modern.
Aksara Sunda memiliki lebih dari fungsi estetika, di mana ia adalah simbol kebudayaan dan identitas masyarakat Sunda. Sekolah‑sekolah di Jawa Barat memasukkan aksara Sunda sebagai muatan lokal agar generasi muda tidak kehilangan hubungan dengan warisan budaya mereka.
Di ruang publik, aksara Sunda mulai dipakai kembali di papan nama, desain grafis, festival budaya, dan media promosi lokal. Ini menjadi salah satu bentuk revitalisasi yang penting agar aksara ini tidak hanya menjadi artefak sejarah.
Meski memiliki nilai budaya yang tinggi, aksara Sunda menghadapi sejumlah tantangan yang terjadi pada era modern seperti saat ini, seperti:
1. Ketidaktertarikan generasi muda untuk menulis atau membaca aksara Sunda karena dominasi alfabet Latin.
2. Keterbatasan sumber daya pengajaran, dan kurangnya penggunaan aksara ini dalam kehidupan sehari‑hari di beberapa daerah.
3. Kurangnya integrasi teknologi digital yang mendukung aksara Sunda dalam sistem online, perangkat mobile, atau aplikasi pembelajaran.
Adapun upaya pelestarian yang dapat dilakukan dengan adanya integrasi aksara Sunda dalam kurikulum pendidikan secara lebih sistematis. Pengembangan aplikasi dan media digital yang mengajarkan aksara Sunda secara interaktif.
Ada pula penggunaan aksara Sunda dalam ruang publik, misalnya signage, media cetak, kampanye budaya agar menjadi lebih terlihat dan digunakan.
Bukan hanya itu, kolaborasi antara pemerintah daerah, komunitas budaya, dan sektor swasta untuk memperkuat identitas dan penggunaan aksara Sunda.
Dengan memahami informasi di atas, kita turut memiliki peran untuk menjaga warisan ini agar tetap hidup dan relevan di zaman modern.
Semoga artikel ini membantu warginet memahami dan menghargai aksara Sunda lebih dalam, karena warisan budaya akan terus berarti jika kita sadar dan menjaga keberadaannya.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.