Menyimpan Kisah Mistik, Beginilah Kisah Gunung Cikuray di Masa Perang


Dalam catatan sejarah yang dikumpulkan dari Perpustakaan dinas Sejarah TNI-AD di Jalan Kalimantan Bandung, Nationaal Archief Belanda dan Konkliijke Bibliotheek Belanda, kawasan kaki gunung Cikuray menjadi salah satu area konflik pihak Indonesia dengan Belanda tahun 1947-1949. Gunung Cikuray di masa perang menyimpan kisah mistik. Bermula dari sebagian anggota pasukan TNI Batalion 32 Garuda hitam terlibat praktik klenik atau mistis. 

Kisah ini tertulis dalam memoar Kolonel Purnawirawan TNI, Mohamad Rivai pada memoarnya yang berjudul Tanpa Pamrih, Kupertahankan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang disimpan di Perpustakaan Pusat Disjarah TNI-AD. Menurut Mohamad Rivai, saat dirinya masih berpangkat kapten pada pertengahan Januari 1948, gunung Cikuray menjadi daerah gerilya pasukan TNI Yon 32/Garuda Hitam yang dipimpin olehnya dalam melanjutkan perlawanan terhadap pasukan Belanda pasca Agresi Militer I. 

Sejak dulu, Gunung Cikuray dikenal sebagai lokasi angker dan sebagian orang menganggapnya keramat. Tak jarang banyak peristiwa aneh yang tak masuk akal secara ilmiah. Hal tersebut dialami oleh 30 anggota batalion mencoba praktik klenik. 

Kapten Rivai telah memperingatkan anggotanya untuk tidak melakukan hal mistik sesuai dengan yang diingatkan dalam Al-Qur'an. Namun, beberapa anggota pasukannya nekat dan melakukan jalan sesat untuk melawan pasukan Belanda dengan melakukan pemujaan kepada makam Eyang Soeropandji dan sebuah batu besar di Gunung Cikuray. Mereka mencari rotan wulung dan sebentuk cincin yang bernama cincin wulung yang diyakini tersembunyi di makam Eyang Soeropandji dan makam istrinya di Gunung Cikuray. Konon yang memiliki kedua benda tersebut akan menjadi kuat, termasyhur, kebal peluru dan aneka bentuk racun, dan keistimewaan lainnya.

Menjelang Perjanjian Renville, 30 tentara pasukan Yon 32/Garuda Hitam melakukan pemujaan pada malam Jumat. Komat-kamit mereka membaca mantera, setelahnya mereka kesurupan massal. Dalam kesurupan massal itu, dilakukan upacara pemanggilan arwah dengan diyakini menghadirkan roh Teuku Umar, Imam Bonjol, Diponegoro dan pahlawan lainnya untuk ditanyai petunjuk melawan pasukan Belanda. 

Dikesempatan lain, Kapten Rivai yang melihat hal tersebut, Kapten Rivai menedang betis pimpinan kelompok kesurupan sehingga semuanya menjadi sadar kembali. Melihat kondisi tersebut, Kapten Rivai marah besar karena kegiatan mistik itu bisa membahayakan bagi perjuangan pihak Indonesia. Ia mengancam anak buahnya ditembak mati bila ada yang melanjutkan praktik mistis.

Namun, masih ada anggota yang tak menuruti larangan klenik yaitu Letda Achmad Ronotirto. Alasannya ia memperoleh bisikan Eyang Soeropandji dan dikelilingi bidadari saat sedang di makamnya. Namun, ia akan dijadikan tumbal demi kemenangan Indonesia. 

Demi menyelamatkan anak buahnya, Kapten Rivai menuruti syarat kuncen makam Eyang Soeropandji dengan memberikan segelas kopi dan lisong. Pada malam Jumat, kopi dan lisong diletakan di saung dekat makam Eyang Soeropandji, sang kuncen membaca mantra untuk memanggil yang dimaksud agar mengambil sesajen. Tiba-tiba, dinding saung bergoyang dan muncul dua mahluk berbadan tegak tinggi yang menyerupai perempuan dan laki-laki.

Melihat kejadian itu, para tentara termasuk Kapten Rivai berlarian berhamburan. Makhluk aneh tersebut mengambil kopi dan lisong kemudian hilang. Sepekan kemudian, Letda Achamd Ronotirto sembuh setelah tampilannya seperti orang gila.

Kejadian ini menjadi bukti bahwa larangan dalam Alquran mengenai larangan melakukan hal mistik karena akan mendatangkan malapetaka. Hal ini tentu menjadi pembelajaran kepada kita untuk tidak bermain-main dengan hal mistik dan meminta kepada Tuhan saja.

 

Sumber materi : Youtube/Kodar Solihat


0 Komentar :

    Belum ada komentar.