Tragedi Pangeran Dipendra: Akhir Kelam Monarki Nepal
Tragedi Pangeran Dipendra menjadi titik balik berakhirnya monarki Nepal setelah pembantaian keluarga kerajaan pada 2001 yang mengguncang dunia.
Nepal sempat hidup dalam stabilitas di bawah monarki, namun tragedi kelam pada 2001 mengubah sejarahnya. Aksi Pangeran Dipendra yang membantai keluarganya sendiri memicu runtuhnya dinasti kerajaan Nepal dan membuka jalan menuju republik.
Baca juga: Fakta Tragedi Mei 1998 yang Mengukir Sejarah Kelam Indonesia
Pembantaian Keluarga Kerajaan
Peristiwa berdarah terjadi pada malam 1 Juni 2001 di Istana Narayanhiti, Kathmandu. Putra Mahkota Dipendra, yang sedang mabuk, kembali ke ruang biliar dengan membawa senjata dan menembaki keluarganya, termasuk Raja Birendra serta Ratu Aishwarya.
Aksi tersebut menewaskan sembilan anggota keluarga kerajaan dan melukai empat lainnya, termasuk dirinya sendiri. Dipendra kemudian koma dan sempat dinyatakan raja, tetapi meninggal tiga hari kemudian, memberi jalan bagi pamannya, Gyanendra, untuk naik takhta.
Sosok Pangeran Dipendra
Lahir pada 27 Juni 1971, Dipendra dikenal cerdas dan populer, namun juga temperamental serta terobsesi pada senjata. Sejak kecil ia terbiasa menembak dan menyimpan senjata di kamarnya, memperlihatkan sisi kelam yang jarang diketahui publik.
Selain itu, ia terjebak dalam cinta terlarang dengan Devyani Rana yang ditolak keras oleh keluarganya. Tekanan politik dan larangan menikah dengan pilihan hatinya disebut menjadi pemicu utama tragedi yang menewaskan keluarganya tersebut.
Akhir Dinasti Monarki Nepal
Pasca-tragedi, Raja Gyanendra naik takhta namun tidak mendapat kepercayaan publik. Kebijakannya yang otoriter pada 2002–2005 memicu demonstrasi besar-besaran hingga akhirnya ia kehilangan sebagian besar kekuasaan politiknya.
Puncaknya terjadi pada 28 Mei 2008 ketika Nepal resmi menjadi republik demokratis federal. Peristiwa pembantaian keluarga kerajaan 2001 dianggap sebagai pemicu utama berakhirnya monarki setelah berkuasa lebih dari dua abad.
Baca juga: Perjuangan Haji Hasan Arif, Ulama Garut dalam Melawan Pajak Pemerintah Kolonial
Nah Warginet, tragedi Pangeran Dipendra bukan hanya kisah keluarga, tetapi juga pelajaran pahit tentang politik dan kekuasaan. Sejarah ini mengingatkan kita bahwa stabilitas suatu bangsa bisa runtuh dalam satu malam.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.