ADVERTISEMENT
Beranda Dilarang Berdagang dan Jadi Pegawai, Soekarno Menolak Ferry Sonneville Demi Martabat
ADVERTISEMENT

Dilarang Berdagang dan Jadi Pegawai, Soekarno Menolak Ferry Sonneville Demi Martabat

1 hari yang lalu - waktu baca 3 menit
Dilarang Berdagang dan Jadi Pegawai, Soekarno Menolak Ferry Sonneville Demi Martabat. (Source: Instagram/@usabadminton)

Menjaga martabat seorang atlet yang mengharumkan Indonesia, Soekarno menolak Ferry Sonneville untuk berdagang dan menjadi pegawai. 

Tahun 1964 menjadi masa krisis bagi dunia ekspor Indonesia. Banyak perusahaan Belanda menghentikan impor hasil bumi dari Indonesia karena kecewa terhadap kualitas barang yang dikirim. Tak jarang, komoditas yang diterima diisi dengan barang tak layak hingga sampah. Reputasi pengusaha Indonesia saat itu sangat buruk di mata pasar internasional.

Melihat kondisi ini, Ibrahim atau biasa disapa Bram, dikenal sebagai Raja Ban merasa prihatin. Ia merupakan seorang pengusaha, kemudian menghadap Presiden Soekarno untuk mencari solusi atas problematika tersebut. 

Salah satu gagasan darinya adalah membentuk kantor dagang resmi di Belanda, berbadan hukum Belanda, yang khusus menangani ekspor komoditas Indonesia agar lebih kredibel di mata dunia.

Baca Juga: Mengenal Koko Koswara, Sang Maestro Karawitan Sunda

Usulan Ferry Sonneville Jadi Direktur Ditolak Soekarno

Bram pun berpikir untuk menunjuk Ferry Sonnevillen, seorang legenda bulutangkis Indonesia yang turut membawa Indonesia menjuarai Thomas Cup pada 1958, 1961, dan 1964. 

Ferry menyelesaikan masa studinya di Nederlandsch Economische Hogeschool di Rotterdam, Belanda. Perlu diketahui, bahwa dia satu almamater dengan Bung Hatta dan dekat dengan sesama mahasiswa asal Jawa, Kwik Kian Gie, bahkan menjalin persahabatan dengannya.

Namun, ketika Bram menyampaikan nama Ferry kepada Presiden Soekarno, reaksinya justru mengejutkan. Soekarno menolak mentah-mentah, sebagaimana yang disampai dalam artikel Historia.

“Bagaimana dia bisa berpikir pahlawan dan tokoh nasional dalam bidang olahraga mau dijadikan pegawai untuk berdagang?” ujar Soekarno sebagaimana yang dikutip dalam karya Kwik Kian Gie berjudul Menelusuri Zaman.

Soekarno tidak setuju Ferry yang sudah menjadi tokoh nasional di bidang olahraga dijadikan pegawai di perusahaan dagang, meskipun posisinya sebagai direktur. 

Baca Juga: Jejak Oejeng Suwargana: Sastrawan Sunda dengan Nama Pena Tionghoa

Penolakan itu sejalan dengan pandangan khas priyayi Jawa yang masih dianut Soekarno, bahwa berdagang atau mencari untung secara komersial dianggap tak pantas bagi seseorang yang dianggap sebagai simbol bangsa.

Pandangan itu juga dijelaskan oleh Sujamto dalam Refleksi Budaya Jawa: dalam Pemerintahan dan Pembangunan, bahwa kegiatan dagang adalah pantangan dalam etika priyayi setelah Indonesia merdeka.

Karena dirinya tidak disetujui, kemudian Ferry menunjuk Kwik Kian Gie yang merupakan sahabat karibnya untuk menggantikannya. Bram menyetujui ide itu dan segera menemui Kwik di rumahnya. Ia memberikan dana sebesar 30.000 gulden untuk diberangkatkan ke Amsterdam guna mengurus perizinan pendirian perusahaan.

Hasilnya, berdirilah perusahaan bernama NV Handelsonderneming Ipilo, berbentuk Naamloze Vennootschap (NV) atau Perseroan Terbatas (PT) versi Belanda. 

Dalam waktu singkat, ekspor komoditas Indonesia seperti teh, kopi, karet, temulawak, dan gaplek kembali berjalan lancar lewat perusahaan ini, yang dipimpin Kwik selama periode 1965–1970.

Sementara Kwik membangun reputasi sebagai pebisnis dan direktur perusahaan di Amsterdam dan Ferry tetap fokus pada dunia bulutangkis. Ia bahkan menjabat sebagai Ketua Umum PBSI dan terus berkiprah dalam pengembangan olahraga Indonesia. 

Namanya kini dikenang sebagai salah satu legenda bulutangkis nasional yang tak hanya berjaya di lapangan tapi juga menjaga integritasnya sebagai simbol kebanggaan bangsa.

Kisah ini memperlihatkan bagaimana Presiden Soekarno sangat menjaga martabat para tokoh bangsa. Bagi Soekarno, seorang pahlawan olahraga seperti Ferry Sonneville tak seharusnya turun derajat menjadi pegawai perusahaan dagang, meskipun niatnya baik. Adapun keputusan tersebut menjadi jalan Kwik Kian Gie untuk menorehkan kiprah dalam dunia ekspor dan ekonomi Indonesia di Eropa.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.